Hidup adalah jual beli, maka jadikan Allah sebagai mitra bisnis, kemudian jadilah entrepreneur sejati. Hidup hanya sekali dan mesti manfaat!! Selamat datang di Blognya si Voe. ^_^ Salam ukhuwah.

Sabtu, 16 Mei 2015

Dream yang Terucap dan Dream yang Tertulis

“Assalamu’alaykum Wr. Wb. Nama saya Hajjah Voettie.” Salamku sebagai pengantar pertanyaan yang akan kulayangkan pada seorang Ustad yang selama ini hanya kulihat dari layar kaca.

“Wa’alaykumusalam. Masya Allah… ini belajar ini!!!!” Serunya menjawab salamku. Aku tersenyum. Sebenarnya, aku memakai kata ‘Hajjah’ di depan namaku adalah sebab musebab sebuah ‘doa’ yang menjadi dream yang terucap dan dream yang tertulis, yang merupakan tema dari pengajian kali ini. Pengajian yang dilaksanakan oleh Humairo, Jogja.

Brosur Pengajian Humairo Jogja 2-5-2015
Nurul Ashri, Masjid yang sejuk ini, mendadak sunyi, aku melanjutkan kata-kataku, “Nama lengkap saya Hajjah Voettie Wisataone (baca : Voti Wisatawan). Jangan pernah bertanya mengapa orang tua saya memberi nama ini, tapi yang jelas pasti ada banyak hikmah di baliknya. Saya pun tidak pernah protes dan mempertanyainya pada orang tua, karena tak ingin melukai hati mereka. Walaupun banyak orang yang kemudian bertanya bahkan menertawakan.” Aku menarik nafasku. Dadaku bergemuruh. Tanganku bergetar, sungguh, air mataku sudah mulai berlomba ingin keluar. “Dulu… sewaktu saya kelas VI SD, guru agama saya pernah mengomeli nama saya di depan teman-teman sekelas. Beliau bilang, kenapa orangtuamu kasih nama begini? Kamu tahu nanti di padang masyar semua manusia dikumpulkan dan di absen hisabnya dari nama yang paling bagus dan islami.’ Saya tahu nanti di padang masyar, matahari itu sejengkal dari ubun-ubun kepala dan banyak manusia tenggelam karna keringatnya sendiri. Saya jadi takut tads. Di umur 12 tahun itu, saya tidak tahu ucapan guru saya ini benar atau tidak. Tapi sejak saat itu, saya bertekad untuk belajar Islam. Karena saya takut nanti tenggelam dengan keringat sendiri karena menjadi urutan terakhir ketika absen. Dan mungkin… ini adalah salah satu hasilnya. Alhamdulillah saya sekarang sudah berjilbab.”

Jujur… sebenarnya aku malu terbuka seperti ini. Karena, walaupun dulunya sering menjadi orang ‘panggung’ tapi tak pernah mau aku membicarakan tentang namaku. Apalagi ‘sok curhat’ seperti itu, tapi di awal pengajian ini. Ustad Yusuf Mansur sempat menceritakan tentang namanya yang sebenarnya ialah Jam’annur Khotin Mansur yang berarti kumpulan cahaya-cahaya penyampai dakwah dan Mansur yang berasal dari kata Mansuro. Sejak hari itu, Ustad YM ini akhirnya mengklaim akan kembali ke nama aslinya.

Ia pula bercerita bagaimana masa kecilnya, ibunya selalu mengingatkan dia perihal makna dari namanya. “Dream yang terucap dan dream yang tertulis.” Begitulah katanya. Akhirnya, hari itu di tanah Jogja, aku pun menceritakan sepotong rasaku akan nama yang diberi orang tuaku.

Sungguh aku sangat mensyukuri nama ini. Aku pun melanjutkan, “Saya… saya sebenarnya nge-fans sama beliau.” Aku menunjuk istri ustad YM yang duduk cantik berbalut baju hijau toska persis di samping Ustad. “Bahkan, kalau diizinkan saya ingin memeluknya.” Ustad YM menampakkan ekspresi yang kaget.

Memang ada yang berbeda dari kedatangan Ustad Yusuf Mansur. Kali ini, ustad Yusuf Mansur datang bersama istri. Istrinya bukan sebagai penonton. Tapi, ikut serta menjadi pembicara, bahkan duduk di sampingnya ustad Yusuf Mansur. Adem liatnya. Haru sekali.

“Memeluk siapa?” Tanya ustad YM. Ekspresinya kaget.

“Mbak Mae… istri ustad.” Jawabku.

“Ya… monggo… silahkan…” Kata Ustad YM. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku maju ke depan, mba Mae berdiri menyambutku, aku memeluk beliau dan beliau memeluk ku. Lama. Aku menikmatinya. Aku menikmati moment memeluk seseorang yang selama ini membuatku penasaran. Sangat penasaran.

Moment saya dan Mbak Mae (doc. Mba Prima)
Ketika orang-orang membicarakan kegemilangan Mario Teguh, aku mencari tahu perihal istri beliau (Ibu Lina). Hingga akhirnya aku tahu bagaimana Ibu Lina, seorang yang berpendidikan tinggi dan telah mapan di Amerika memilih hidup dengan seorang pria yang sangat dia yakini bahwa nanti pria itu akan sukses bersamanya.

Ketika orang-orang membicarakan kesuksesan Ustad Yusuf Mansur, aku mencari tahu tentang istri beliau (Mbak Mae). Hingga akhirnya aku tahu bagaimana Mbak Mae bisa menikah di usia 14 tahun dan dapat melewati semua ujian demi ujian yang Allah SWT berikan di awal-awal pernikahan mereka.

Dan ketika semua muslim mengagung-agungkan Nabi Muhammad SAW, istri beliau, Sayidatina Khadijah ra., membuatku GILA akan prestasinya dalam membersamai Rasul mulia itu. Kedewasaan, kedermawanan, dan kejernihan pemikiran beliau benar-benar membuatku rindu-serindu rindunya ingin berjumpa.

Aku mencintai tiap-tiap moment romantis istri mereka ketika bersama orang-orang hebat ini. Bahkan, ketika ikut seminar yang diisi oleh pengusaha-pengusaha hebat, yang membuatku penasaran justru istri dan ibu pengusaha-pengusaha hebat tersebut. Karena bagiku, kedua sosok inilah yang membuat mereka menjadi hebat dan luar biasa.

Aku melepas pelukanku, sungguh… tak ku cium sedikit pun aroma farfum di tubuhnya Mba Mae. Beliau sangat bersih dan cantik. Aku pun berbisik padanya, “Mbak… tolong do’akan saya.”
Mbak Mae mengatakan sesuatu, tapi aku lupa apa yang ia katakan. Maklum…


Aku melanjutkan pertanyaanku, “Saya senang membaca tulisan ustad dan mengikuti website yang ustad tulis. Saya bahkan sudah membaca kisah ustad bersama istri, juga kisah tentang tempat tidur yang berderit.”

“Masya Allah…” Ustad Yusuf berseru. Matanya berkaca-kaca.

“Saya juga pernah menonton ceramah ustad di Youtube. Ketika itu bersama istri. Mbak Mae sedang mengendong dedek yang paling kecil sambil menceritakan hutang Ustad yang sangat banyak, kalau tidak salah saya lebih dari 2 M.”

“Jangan bukak kartu dong.” Sambung Ustad Yusuf Mansur. “Eh tapi ga pa pa.. lanjut aja.”

“Yang ingin saya tanyakan… bagaimana Mbak bisa kuat dalam menghadapi ujian itu. Apalagi ketika sadar bahwa suami yang menikahi mbak adalah orang yang banyak hutang. Saya tahu ketika itu umurnya Mbak masih 14 tahun, ya Allah mbaak… itu saya baru baligh kerjanya banyak main, tapi mbak sudah di uji seperti itu. Saya minta ceritanya mbak. Karena, kami di sini, yang belum menikah ini, bisa mempersiapkan diri tatkala nanti Allah SWT beri suami yang mungkin suatu saat diuji dengan hutang. Terima kasih Mbak.”

“Ya… Hajjah Voettie Wisataone…” Kata Ustad Yusuf.

“Ya ustad.. Insya Allah… wisatanya nanti, pas di Surga…” Kataku sambil meletakkan microfon di atas meja pembicara hebat ini.

Bagaimana jawaban Mbak Mae???

“Saya tidak pernah menyangka akan diberi suami ustad. Apalagi hutangnya banyak.” Katanya sambil tersipu. “Waktu itu, yaa… kami berusaha untuk menghadapinya, jangan lari. Hadapi sama-sama. Setiap tahun ditargetkan kalau hutang kita akan lunas. Kalau tahun ini belum terwujud artinya tahun depannya lagi. Alhamdulillah sampai akhirnya hutang lunas.”

Jawaban yang indah ini akhirnya keluar dari lisan beliau, “Ketika suami berjuang mencari nafkah, maka tugas kita sebagai istri adalah berdo’a (berjuang) di atas sejadah. Mendo’akan kemudahan dan keberkahan akan rezeki-rezeki yang akan diberikan melalui perantara suami.” Ya Robb, 

kawan… adakah yang lebih romantis dari ini? Adakah yang lebih romatis dibandingkan kerjasama suami-istri yang tepat dalam penggunaannya? Suami berjuang di lapangan dan istri berjuang di atas sajadah. Masya Allah.. mabruuk.

“Dulu belum ada seminar-seminar pra nikah atau parenting seperti saat ini. Ya… jadi semua dijalani saja. Dinikmati.” Tambah beliau. Ahk, malu rasanya… hehe… sejak di Jogja, aku sangat kegirangan ikut seminar pra nikah dan parenting. Mempersiapkan bekal berupa ilmu bagiku sangat penting. Tapi sampai sekarang, di umur yang menjelang 24 tahun ini belum juga action. Aaahh… hehe…

“Sebelum menikah, saya berdo’a agar Allah memberikan suami yang soleh.” Katanya.

Ustad Yusuf menambahkan, “Dulu, sebelum saya menikah, saya minta sama Allah agar diberikan seorang istri yang terjaga, belum pernah menyentuh dan disentuh lelaki manapun yang bukan mahromnya. Alhamdulillah… Allah kabulkan. Bahkan… gini ya… istri saya baru berani lihat muka saya secara langsung itu 6 bulan setelah nikah. Ya gak Ma?”

“Iya.. saya baru berani lihat setelah 6 bulan. Alhamdulillah… tidak mengecewakan.” Jawab Mbak Mae. Ustad Yusuf terperangah, aku melihatnya berkomat-kamit berdo’a dan bersyukur atas jawaban istrinya.

“Saya bersyukur menikah dengan ustad. Karena… kalau tidak, mungkin saya tidak jadi begini.” Katanya rendah hati.

“Saya… saya yang bersyukur menikah dengan beliau. Karena kesabaran dan ketenangan beliaulah yang bikin saya begini.” Ustad Yusuf menyambung.

Hari itu… aku melihat keluarga surga. Suami istri yang saling memuji karena rasa cinta dan sayang. Suami istri yang penuh keberkahan. Keluarga ini mengingatkanku pada keluarganya Rasulullah SAW., dimana beliau selalu memuji-muji Khadijah ra., bahkan sekalipun istrinya tersebut telah tiada. Syukurku pada Allah SWT, yang telah memberikan kesempatan untuk melihat fenomena indah ini. Fenomena yang mungkin sangat langkah ditengah banyaknya suami istri yang saling menyalahkan satu sama lain.

“Ya begitu ya… terima kasih… Hajjah Voettie Wisataone.” Tutup ustad YM. Masya Allah… beliau menyebut namaku dengan benar dan lengkap!! Siph… Do’a orang soleh.. semoga terkabul dan makbul. Aamiin… Laa baikallahuma la baik…

Allohuma Sholli ‘Ala Saydina Muhammad…

“Ya Allah SAW., Robb yang menciptakan manusia berpasang-pasangan. Pasangkanlah kami pada hamba-Mu yang semangat memenuhi dadanya dengan keimanan dan keilmuan. Pasangkanlah kami pada hamba-Mu yang akan menggenggam tangan kami berjalan menuju surga-Mu.”

" Ya Allah... berilah kesempatan dan ridho-Mu pada kami agar dapat ziarah ke Mekkah dan Madinah. Menunaikan Ibadah Haji dan umroh, agar bertambahlah rasa cinta dan keimanan kami pada-Mu." 


----

Tulisan ini kupersembahkan untuk sahabat Rozul-ku,
Akhwat-akhwat tangguh Brigade 09 yang satu persatu mulai ikhtiar,
Dan semua akhwat di Bumi Indonesia.
Ditulis oleh ; Voettie Wisataone (Khadijah lover)

----

Spesial thanks buat Mba Prima (calon Putri Yordania),
yang telah mengabadikan moment ini lewat kamera tabletnya :D

----

Dari Annida Islamic Boarding House
Jum’at, 15-5-2015. 9:28 pm.
Mengenang moment di 2-5-2015,
Saat menghadiri seminar Ustad YM dan Istri,
Di Masjid Nurul Ashri, Deresan, Jogjakarta

Voe Nahl Belajar dari Khadijah

3 komentar:

  1. masya Allah, tulisanmu membuatku nangis bombay mbk,,, entahlah tak tau mengapa....

    salam rindu untukmu mbk voe
    by shita :)

    BalasHapus
  2. masha Allah..inspiratif :) keep istiqomah ya shalihah ^^

    BalasHapus
  3. Masya Allah... Voe!!! You make me cry! Insya Allah ya Voe, segera. Taun ini kan ya? Hhehe...
    Baru liat blog mu langsung jatuh hati pengen baca2 yg lain juga. Mohon ijin kakaaaa....

    -ngapakers Annida- ^_^

    BalasHapus

Terima kasih atas silaturahminya.
Tolong tinggalkan jejak Anda. Salam Ukhuwah. ^.~