[cuplikan]
Di sebuah pengajian di pinggiran kota Jakarta, berkat ajakkan temanku yang seorang ummahat (ibu-ibu), aku mendapatkan sebuah pengalaman baru.
Tak kusangka ternyata pengajian itu berisi ibu-ibu, pembicaranya seorang ibu-ibu sekitaran 40 tahun (tapi wajahnya seperti 30an). Suaminya seorang pilot yang memiliki jam terbang yang tinggi.
Penyampaian materi dan tuturnya yang baik, sangat berkesan hingga hari ini. Materinya tentang menggapai BAHAGIA. Bagaimana agar dapat kebahagiaan DUNIA dan AKHIRAT.
Sesi akhir adalah diskusi. Tapi menurutku lebih ke curhat. Seorang ibu muda (usia sekitar 27 tahun), bercerita bagaimana dia menghadapi perceraian dengan suaminya dalam kondisi kejiwaan yang labil. Di lain sisi seorang ibu bercerita bagaimana dia ingin anaknya agar jadi generasi soleh kemudian memasukkannya ke pesantren, namun anaknya ternyata berbuat maksiat di pesantren. Pertemuan itu penuh dengan isak dan air mata.
Namun, setelah mengikuti pengajian, mereka bersaksi bahwa jiwa mereka menjadi lebih tenang ketika cobaan-cobaan itu datang. Si Ibu muda menjadi lebih tenang dan ikhlas. Ibu yang dikecewakan sang anak mencoba untuk ikhlas dan berusaha kembali mendidik anaknya sebaik-baiknya.
..........
Sang pembicara, melihat ke arahku dan tersenyum. Karena tahu aku adalah orang baru, dia mempersilahkan untuk memperkenalkan diri dan berkomentar. Aku memperkenalkan diri singkat. Lalu air mataku jatuh. Sungguh!!
Aku mencoba mengontrol suara, dengan terisak kukatakan, "Aku bersyukur... Aku bersyukur belum menikah..." Aku mencoba menarik nafas, "Aku bersyukur sebelum menikah dipertemukan dengan pengajian ini. bertemu dengan ibu-ibu yang luar biasa. Ibu-ibu yang secara tidak langsung kisahnya menjadi pembelajaran bagi saya."
"Jiwa yang baik akan Allah pertemukan pula dengan jiwa yang baik. Sebelum mendapatkan jiwa yang baik, tentu aku harus memperbaiki jiwaku."
"Aku bersyukur belum menikah, dimana aku bisa full taat pada orang tua. Ibu XX mengajarkanku untuk tidak mengecewakan orang tua terutama ibuku. Melihat ibu menangis, aku merasa ibuku menangis pula." Aku mengambil ujung jilbabku dan menghapus air mata.
Seorang ibu yang duduk di sebalah mengenggam tangaku, "Bersyukurlah.. Carilah ilmu sebanyak-banyaknya sebelum menikah."
...........
Aku memperhatikan ibu-ibu di ruangan itu. Beberapa berkata, "Jika Allah dulu mempertemukan kami lebih awal dengan pengajian-pengajian seperti ini. Tentunya kami tidak ingin menikah sekedar menikah. Punya anak sekedar punya anak. Tua sekedar tua."
..........
Sang pembicara berkata, "Kita punya kajian pranikah. Silahkan diikuti ya." Aku mengangguk. Ah... rasa belum bisa... belum bisa... karena esok aku sudah harus terbang lagi. berburu ilmu di tempat yg lain lagi.
-Han-
Dan, you got me voe, air mata ku jg ikut jatuh membaca cerita ini, aku rindu ibu
BalasHapus