Di atas motornya, di tengah guyuran hujan, aku memasang telingaku tajam-tajam, agar bisa mendengar ceritanya. Dia mengemudikan motornya dengan kecepatan sedang. Saat itu aku tidak memakai helm, sehingga air hujan menusuk-nusuk kepalaku, menampar mukaku, dan membasahi jilbabku.
“Ukh, apa ana harus rusak dulu ya?” Tanyanya padaku.
“Maksudnya?” Aku tak mengerti dan balik bertanya.
“Tadi pagi ana nangis lagi. Jilbab ana mau digunting, ukh.” Suaranya sayup-sayup terdengar.
“Ukh, ana biasanya make jilbab juga sepanjang ini kan? Yang mau motong jilbab ana itu kedua orang tua ana. Yang ana bingung, kenapa baru sekarang ukh? Ana sudah empat tahun pake jilbab. Kenapa baru sekarang?! Apa karena keinginan ana make niqob ya sampe-sampe mereka sekarang jadi over-protective banget?”
Aku terdiam. Ini bukanlah pertanyaan yang butuh jawaban. Aku berusaha untuk menyelami perasaannya saat itu.
“Ukh, saat jilbab ana dipotong, atau dinaikkan. Itu akan sangat menyakiti hati ana, ukh. Satu centi saja jilbab ini naik, itu sama dengan memotong hati ana. Jika jilbab ini dipotong hingga pendek, atau dipaksa untuk menaikkannya. Maka perlahan hati ini juga terpotong, terpotong hingga habis. Sampai ana gak punya hati lagi. Ukh, kalau begini ana bisa gila!!” Ia setengah berteriak di tengah hujan.
Aku mencoba untuk menyampaikan pendapat, “Anti tahu, seharusnya anti bersyukur, ukh. Anti sedang di uji Allah. Ini artinya Allah sayang dengan anti. Ana inget banget empat tahun lalu saat kita memutuskan untuk berhijab. Orang tuamu sangat menyetujuinya, sedangkan ana? Orang tua ana mati-matian melarang ana untuk berjilbab. Tapi, ana yakin, jilbab tanpa perjuangan, akan cepat layunya. Sama dengan sayur tanpa garam. Hambar. Mungkin di sinilah Allah menguji anti, apakah anti kuat atau tidak? Percayalah, di saat nanti lulus ujian ini, Allah akan menaikkan derajat anti dan anti akan menjadi lebih kuat. Isnya Allah.”
“Ya ukh, ana tahu.”
“Sabar ya cin.”
“Iya ukh, syukron.”
**Alhamdulillah, kesabaranmu membuahkan hasil, kulihat jilbabmu sudah sampai kelututmu. dan sekarang kau sedang berusaha agar orang tuamu mengizinkanmu untuk bercadar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas silaturahminya.
Tolong tinggalkan jejak Anda. Salam Ukhuwah. ^.~