Menjadi seorang muslimah sejati adalah perjuangan bagiku. Hidayah itu muncul sejak aku mengenal seorang guru bercadar di SMP. Menjadi seorang guru di sekolah negeri umum, dengan pakaian yang hanya menyisakan dua mata itu bukanlah hal muda menurutku. Teman-temanku bilang beliau adalah seorang teroris, ada juga yang berbisik-bisik kalau beliau itu cacat, lebih parahnya teman laki-lakiku sering nyanyi ninja Hatori saat dia lewat. Dan aku tak menyangka, dahulunya aku bagian dari mereka, bagian dari segerombolan pengolok-olok.
Ntah kenapa, diam-diam aku mulai penasaran. Benarkah beliau seorang teroris? Apakah beliau termasuk salah satu aliran sesat? Atau memang wajahnya begitu buruk?
Semua pertanyaan itu sirna tatkala untuk pertama kalinya aku dipertemukan langsung dengan beliau di sebuah ruang kelas. Matanya penuh keikhlasan, bicaranya santun tanpa cacat, dan beliau telah berhasil mengikat hatiku dengan pertanyaan pertamanya setelah berkenalan, “Siapa yang sholat subuh pagi ini?” Mungkin itu adalah pertanyaan biasa yang diluar dugaan sebelumnya. Tapi tahukah kalian, bahwa pertanyaan yang muncul dari ruh yang kuat itulah yang telah menggetarkan dadaku, menundukkan pandanganku, dan memerahkan mataku. Aku tidak sholat subuh!!
Suatu ketika, beliau pernah memanggilku ke kantor, ada hal yang harus kulakukan kala itu. Kulihat beliau dari belakang, sepertinya beliau sedang makan, kemudian kuucapkan salam, beliau menoleh ke arahku tanpa cadar. Cesss. Wajah teduh itu mengalihkan duniaku, aku terpana. Cantik, bersih, putih. Mana cacatnya? Bekas terbakar atau kecelakaan yang sering dibilang orang lain. Mana? Tidak. Aku tak melihat barang segorespun.
Mengenalnya, membuatku termotivasi untuk mempelajari agamaku sendiri. Yang selama ini hanya ku kenal melalui mata pelajaran agama yang hanya ada 1 kali seminggu. Aku mulai sholat lima waktu, mulai hobby menabung kemudian kubelikan buku Islami, dan yang sangat jarang aku lakukan mulai rutin kulakukan, yaitu sedekah.
Namun, kebersamaanku dengannya tak berlangsung lama. Beliau harus ikut suaminya pindah, dan ia pun juga harus pindah mengajar. Beliau pindah di daerah merah, POSO, yang kala itu sedang terjadi pembunuhan besar-besaran kepada umat Muslim. Mungkin suami beliau pergi mendatangi panggilan Jihad. Dan beliau tetap mengajar di salah satu sekolah negeri di wilayah sana.
Setahun kemudian….
Surah An-Nur dan Al-Ahzab memanggilku. Aku menutup auratku. Alhamdulillah. Allah telah memberiku hidayah. Dan aku tak pernah lagi mendengar kabar tentang beliau. Aku rasa beliau pun belum tahu bahwa aku sudah berjilbab.
Andai Allah memanjangkan umurku dan umurnya, serta memberiku dan dirinya kesempatan bertemu dan bersilahturahmi, akan kucium tangannya dan kupeluk ia serapat mungkin. Serapat saat aku menangis tersedu kala perpisahan dengan kami. “Jangan menangis. Apa yang perlu ditangisi?!” Katanya kala itu. Ya, di depannya aku tak menangis. Kemudian, aku lari ke kamar mandi, menangis sejadi-jadi lebih dari 1 jam, sampai air mataku tak kuat lagi untuk jatuh, mataku bengkak dan merah. Tentu saja beliau tak tahu.
Tiga tahun kemudian….
Aku diterima di sebuah Universitas Negeri. Kemudian aku masuk ke salah satu LDF (Lembaga Dakwah Fakultas) di Universitasku. Kuantitas dari LDF ku sedikit. Aku salah satu dari beberapa akhwat yang memakai jilbab yang panjang. Anehnya saat tahunku masuk LDF, hanya tersisa 3 orang senior akhwat yang bertahan, sedang yang lainnya tak tahu rimbanya.
Teman-teman perempuan yang masuk LDF juga sedikit. Hingga suatu hari aku tahu mengapa mereka tak berminat masuk ke LDF. Salah satu penyebab pastinya adalah jilbabku. Kakak senior yang perempuan beralasan malu untuk kembali ke LDF karena jilbabnya pendek. Para teman angkatanku tak mau masuk LDF karena menurut pikiran mereka, mereka gak pantas masuk LDF dan hanya orang yang berjilbab saja yang pantas masuk LDF. Tak hanya itu, adek-adek tingkatku juga tak tertarik ke LDF karena jilbab!! Sungguh aku merasa ini tak adil. Kenapa semuanya beralasan karena jilbab?! Apa aku harus mundur dari LDF agar mereka masuk ke LDF ini?
Ternyata bukan cuma itu, LDF difitnah kalau anggotanya adalah teroris terutama akhwatnya. Padahal, sungguh demi Alloh, aku tak pernah menyimpan bom di dalam tasku, dan aku tak pernah menyimpan pisau tajam di balik hijabku. Mereka juga mengatakan kalau aku adalah pengikut aliran sesat. Oh Alloh, sebegitu hinanya aku, hingga aku dijadikan kambing hitam dari agama Tauhid-Mu??
Aku memang agak berbeda dari teman perempuanku. Tentu saja aku tak bisa menyembunyikan simbolku sebagai seorang muslimah, tidak semudah para laki-laki, aku dengan pakaianku sangat mudah dikenali. Aku di anggap fanatic, karena jilbabku panjang dan aku tak salaman dengan teman laki-lakiku. Aku di anggap aneh karena membaca buku Islami bukan majalah-majalah gossip seperti mereka. Aku di anggap aliran karena aku membaca kitab suci ku. Heran aku, semuanya dibolak-balik.
Apakah baju ketat dan rok mini itu adalah hal yang sangat wajar? Apakah sholat yang tinggal itu biasa? Apakah Al-Qur’an dianggap sebagai penghias rumah dan buku kuno? Heph, sungguh, aku memang fanatic, aku memang aneh, dan aku memang mengalir di jalan yang menurutku benar.
Kuyakinkan pada Alloh dan kalian, bahwasanya aku tak akan mengorbankan jilbabku hanya karena menginginkan kalian masuk ke LDF. Karena tanpa kalian dakwah juga akan jalan.
Susah. Susah sekali saat selembar kain ini mantap di kepala. Hingga aku dikucilkan keluargaku sendiri, dianggap sebagai pengikut aliran sesat, bahkan di saat aku pergi sekolah, orang tuaku mencari benda-benda aneh untuk membuktikan bahwa aku berada di jalan yang sesat. Alhamdulillah, Allah sangat Baik, karena keras kepalaku dan kesungguhanku, akhirnya orang tuaku mengizinkanku untuk berjilbab. Ya Allah, jangan kau cabut hidayah dan nikmat menutup aurat ini dari diriku ini. Aamiin.
Kuharapkan juga pada semua yang mengaku ikhwan, jangan kalian judge para akhwat dengan mengatakan mereka itu eksklusif hanya karena kami berkumpul sesama kami. Tak tahukah kau bahwa kami sudah berusaha sebisa kami untuk bergaul dengan mereka? Kami ini mudah dikenal, sehingga berkumpul dengan orang sesama kami, kami di bilang eksklusif, padahal wanita yang lain malah lebih eksklusif di banding kami. Mereka hanya bergaul dengan orang yang semode, secantik, dan sehobi. Dan kami berkumpul karena Allah, Insya Allah.
Wahai teman!!! Walaupun kalian tak mau masuk ke LDF, tak berminat ikut berdakwah dengan kami, atau bahkan tak mau berteman dengan kami. Tapi, tolong jangan salahkan jilbab kami!!
Ilmu dan hidayah ini begitu indah untuk kami goyahkan..
Tidak… Kami akan terus berjuang, karena janji Allah itu pasti!!!
Oh guru bercadarku, aku merindukanmu. Aku yang hanya memakai jilbab yang agak panjang saja, orang sudah memandangku asing dan aneh. Oh, tak terbayang padaku bagaimana perjuanganmu saat harus berhadapan dengan orang tua, keluarga, tetangga, dan orang-orang di lingkungan sekolah saat engkau memutuskan untuk menutup semua tubuhmu kecuali dua bola matamu.
Oh Allah…
Yang menciptakan hati…
Mudah bagi Kau untuk membolak-balikkan hati…
Mudah bagi-Mu untuk memberiku hidayah…
Namun, sulit bagiku untuk mempertahankannya…
Maka, buatlah aku senantiasa Istiqomah di jalan Tauhid…
Islam yang kami cintai, sampai MATI!!!
*Dwi Hanas [Perindu Fadhilah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas silaturahminya.
Tolong tinggalkan jejak Anda. Salam Ukhuwah. ^.~