Rindu..
Ini tulisanku yang kesekian untuk mengungkapkan kekaguman dan rasa rindu yang membuncah kepada mereka, anak-anakku di Sidodadi. Sebenarnya tidak layak mereka ku panggil “Nak”, karena mereka juga memanggilku dengan sebutan “Kak”, bukan Ibu. Kak Vo, begitulah mereka memanggilku.
Namun, ntah rasa apa ini. Inikah yang dinamakan rindu dan cinta? Padahal aku mengenal mereka hanya satu hari. Satu hari saja. Tapi, suara mereka begitu membuatku rindu, air mata mereka, semangat mereka, cita-cita mereka, pelukan mereka, gengaman tangan mereka, dan yang paling kurindukan adalah ingin melihat mereka kembali dan menjual kisah-kisah kepada mereka. Dan tentu saja, cahaya mata mereka yang haus ilmu akan memancar indah mendengarkan cerita-cerita berbumbu provokasi. Oh.. rindunya.
Mereka mengikat hatiku hanya berkisaran 1 jam saja di pertemuan pertama kami. Mereka tak tertutup rapi seperti anak-anak SD IT, mereka juga tak berfasilitas lengkap seperti SD-SD di kota, namun, lihatlah mereka. Mereka begitu semangat berlarian walau tanpa alas kaki. Mereka tetap semangat belajar walau dengan pakaian lusuh yang menyempit. Mereka juga tetap belajar seperti yang lainnya walau harus berteduh di bawah plafon yang bolong, lantai yang pecah, lemari reyot berdebu. Ah, semua masih tergambar jelas diingatanku, walau setahun lamanya tak ke sana.
Mereka memberiku senyum ikhlas. Mereka bukan anak-anak kota yang kalau bermain masuk ke dalam warnet, bukan juga anak kota yang menghabiskan waktu berjam-jam di depan televisi sekedar untuk nonton dan maen game. Mereka anak Sidodadi yang luar biasa, dari berbagai macam asal, ada yang jawa, rejang, selatan, dll, ada yang muslim dan non muslim. Saat keluar kelas, mereka menarikku kelapangan tanah kering dan mengajakku melawan mereka untuk bermain bola kaki. Kaki tanpa sepatu mereka menggiring bola dengan lincah, dan aku, tak mau kalah walau harus berlari dengan rokku. Hee..
Banyak yang mengikat hatiku di sana. Banyak sekali. Ya Allah, rinduuuuu sekali.. Sangaaaaat. Aku ingin ke sana lagi. Sehari saja bersama mereka. Mereka pasti sudah kelas 6 sekarang. Ya Allah, aku baru ingat berarti mereka sekarang lagi ujian dong!!! Waah, adik-adikku, semangaaat ya!!
Ada si kecil Rahmat, badannya pendek, gembul dan kulitnya gelap, cita-citanya menjadi ABRI atau TENTARA! Ada si ketua kelas, berbadan paling ndut dan paling pintar, cita-citanya menjadi PNS. Ada juga si manis, berambut cokelat ikal yang ingin menjadi seorang DOKTER, maka kupanggil di Bu Shelly. Ada lagi yang lain, ingin menjadi PERAWAT, GURU, POLISI.
Kemudian ada yang menyentil mata dan hatiku. Yang saat kutanya, apa kabar semuanya, dia yang paling semangat, melayangkan tinjunya ke udara dan tersenyum paling lebar, serta menjawab dengan kencang, “LUAR BIASA!! Tetap SEMANGAT!!”. Tahukah kalian apa cita-citanya? Cita-citanya adalah menjadi seorang pembuat sendal kayu, saat kudekati dia untuk membaca cita-cita yang dia tulis di kertas, dia tidak ingin membacanya. Saat kudekati, dia menutup tulisannya dengan lengannya, lalu kuambil kertasnya, kubaca kencang, “MENJADI PEMBUAT SENDAL KAYU.” Tertawalah semua teman-temannya.
Adakah yang salah? TIDAK. Aku bahkan mengaguminya di tengah tawa teman-temannya. Aku menepuk punggungnya, kepalanya menunduk dan mukanya memerah. Aku bisa merasakan malu di hatinya. Sejurus kemudian, kukatakan bahwa cita-citanya luar biasa dan yang paling hebat. Dia menatap lurus, heran dengan ungkapanku. Dan kukatakan, bahwa di antara 25 orang di kelas ini, 1 orang bercita-cita menjadi PNS dan 1 orang bercita-cita menjadi PENGUSAHA!! Dan yang bercita-cita menjadi pengusaha itu ialah, si Kecil BENTAR!!
Bolehkah kuceritakan tentang dia? Dia prajurit. Aku memanggil anak-anak itu Prajurit. Aku tak tahu mengenai keluarganya, ntah dari keluarga berada atau tak punya. Tapi yang jelas, ia berbeda dengan temannya yang bercita ingin menjadi PNS. Temannya yang ingin menjadi PNS selalu di antar jemput dengan motor pribadi orang tuanya. Sedangkan, si calon pengusaha itu harus berjalan kaki, dari SIDODADI-TALANG BOSENG, SETIAP HARI. Aku pernah pulang bareng dengan mereka, di saat hari terakhirku di Sidodadi, dari SD (pasar) ke RT 1, yah lumayan lah jaraknya, dan dia harus ke Talang Boseng yang jalannya luar biasa. Bahkan pernah kutemui Bebek berenang di tengah jalan!
Dia juga pernah cerita kalau sore bantu Bapaknya di kebun, pagi-pagi bantu ibunya di rumah. Tidak heran kalau dia kesulitan belajar. Sebenarnya tidak begitu spesial, karena toh dia adalah pemegang rengking paling akhir di kelasnya. Namun, cita-citanya itu mampu membuatku bergetar. Sangat bergetar. Dia mengembalikan memoriku ke masa kecilku, tatkala semua teman-temanku ingin menjadi istri dokter, maka ku katakan aku ingin jadi istri pengusaha. Haaaaa... J (gokil.com) xixixxi :D
Lanjut, di ruang kelas berdebu itu, semua mata terpana dan semua mulut terkunci. Hanya ada suaraku dan tanganku yang menepuk pundaknya. “Persaksikanlah bahwa nantinya di desa ini, akan lahir seorang PENGUSAHA BESAR. Seorang Pengusaha pembuat Sendal Kayu. Perusahaannya besar dan menembus pasar International. Maka, nanti akan kau lihat bahwasanya SBY dan Barack Obama akan memakai sendal kayu dari Indonesia dengan tulisan BENTAR Made. Dia akan membangun Indonesia, Bengkulu, dan Sidodadi.”
Mulut yang tertawa, berbalik menjadi mata yang menangis. Teman-temannya yang tertawa, seketika menangis terisak. Apalagi si kecil pencipta sendal kayu itu, sebenarnya gak tega, tapi itulah mereka. “Aku akan menjadi pengusaha, mau membangun Sidodadi, hiks. Memperbaiki jalan, sekolah..... bla... bla.. bla..” Diplomatis dan mengharukan sekali. Inilah yang membuatku selalu merindukan mereka. SELALU. Walau pun mereka sudah melupakan aku. Tapi, Insya Allah, mereka selalu ada di memori terindahku.
Kami bernyanyi. Semua berdiri, meletakkan tangan di atas dada. Menyanyikan lagu INDONESIA RAYA. Dari hati yang terdalam, bocah-bocah itu menangis. Aku yakin tak pernah mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan begitu syahdunya, bahkan kalau upacara bendera, mungkin mereka berharap tidak ada lagu ini agar tidak lama-lama di jemur di bawah terik matahari. Dan baru kali ini juga aku mendengar lagu Indonesia Raya dinyanyikan dengan begittuuuuu Indah. Tahukah, aku hanya mendengarnya jauh di pelosok Indonesia, di desa SIDODADI!
Sebelum pertemuan sejam itu berakhir, mereka bertanya bagaimana agar bisa menjadi MAHASISWA. Kami (kelompok RT 1) membuka Almamater kami dan melambaikannya. “Silahkan rasakan bagaimana indahnya menjadi mahasiswa.” Beberapa anak maju dan mengambil almamater kami, kemudian memakainya. Lucu. Lucu sekali. Badan mereka tenggelam dengan almamater yang besar-besar itu. Mereka menangis lagi. Mereka haru menjadi mahasiswa, walau hanya menggunakan almamater saja. Mungkin keren, begitulah pikir mereka. Dan aku sangat bersyukur bisa menjadi mahasiswa. Bisa kuliah, dan bisa pake almamater. Bangga dan haru rasanya bisa mengenakan almamater biru itu.
Cukup sudah. Sudah Sudah Sudah. Sudah lumayan banyak tulisaku menceritakan tentang kalian. Dan hanya sedikit yang kuposting.
Kalian tetap inspirasi bagiku. Anak-anakku.
Oh ya, kalau sekarang kalian sedang ujian kan? Tetap semangat!! Insya Allah kak do’akan dari sini. Semoga kalian bisa lulus semua. Dan ingat janji kalian, “LANJUT SEKOLAH dan MENUNDA PERNIKAHAN DINI”, hihihi... Semoga bisa masuk SMP, lanjut SMA, dan masuk UNIB. Insya Allah. I love U all.
By : Voettie W-1,
Mahasiswa FISIP, Imu Komunikasi 2009 UNIB
Anggota P3M Desa Sidodadi RT.1
Ruang keluarga, 11 Mei 2011, Ba'da maghrib-22:57
(Hmmm... norak banget ya!! Padahal gak mungkin mereka baca note ini)