Hidup adalah jual beli, maka jadikan Allah sebagai mitra bisnis, kemudian jadilah entrepreneur sejati. Hidup hanya sekali dan mesti manfaat!! Selamat datang di Blognya si Voe. ^_^ Salam ukhuwah.

Kamis, 26 Mei 2011

Allah Tahu Apa yang Terbaik


Banyak rahasia Allah yang sangat istimewa dan membuatku terharu. Allah memang Maha Tahu, Dia memberi apa yang aku butuhkan bukan yang aku inginkan.

April lalu, karena juara 1 lomba debat tingkat Universitas, kami yang masuk 4 besar di adu lagi untuk dipilih 3 orang sebagai perwakilan Unib menuju debate Konstitusi di Padang. Wah, ini jelas tantangan yang luar biasa, hadiahnya ke Padang gratis, kalau masuk final bisa adu lagi di Konstitusi Jakarta. Kesempatan besar bisa ketemu dengan politikus, pakar hukum, dan anggota dewan.

Seminggu sebelum tanding, kami diberi beberapa tema untuk debat, dan debatnya nanti lawan individu. Aku mengumpulkan bahan yang kuperlukan. Pada hari H, aku melawan anak hukum di sesi ke-3.

Minggu, 22 Mei 2011

Korban Masakan Murrobiah


Sabtu, 20 Mei 2011 adalah hari dimana launching murobbi SQT. Alhamdulillah ane berada dari salah satu calon MR SQT kampus. Senang luar biasa bisa bergabung dalam barisan dakwah. Karena misi dakwah itu sangat indah, apalagi membimbing wanita. Walau sebetulnya ana sendiri butuh bimbingan, tapi tak menyurutkan semangat ini untuk terus berdakwah. Menjadi ibu bangsa.

Salah satu motivasiku dalam membina adalah istilah wanita dan negara. Bila wanita di suatu negara baik, maka baik pula negaranya. Ibarat kata, baik tidaknya suatu bangsa, itu berada di tangan seorang wanita. Jika negara adalah lingkaran, maka wanita adalah setengah dari lingkaran itu. Jadi, seorang wanita adalah setengah negara atau bisa dibilang satu bangsa. Jika, ana membina 10 wanita, maka ana sudah membina 10 bangsa. Allahu Akbar!!!

Kamis, 19 Mei 2011

Jatuh Cinta itu Gak Enak!!!

Siapa bilang jatuh cinta itu enak? Entahlah, yang jelas apa yang kurasakan sangat berbeda dari teman-teman yang seumuranku rasakan. Temanku yang sedang kasmaran, biasanya bersemi merah, malu-malu dan terkadang senyum-senyum sendiri, seringkalipun salah tingkah. Sedangkan aku?

Aku pun sendiri bingung, apakah aku pernah atau tidak jatuh cinta? Kalau kata orang jatuh cinta itu enak, jatuh cinta itu membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin, yang tadinya tidak bisa jadi bisa, yang tadinya jelek jadi bagus. Tapi kenapa semua berbeda saat aku yang merasakannya? Apakah ini yang dinamakan jatuh cinta? Tapi, demi Allah itu sangat menyiksa dan menusuk hatiku. Jauh. Jauh. Dan pilu.

Cerita ini bermula ketika aku masih duduk di bangku sekolah menengah. Saat dimana teman-temanku laki-laki dan perempuan mulai bergandengan dan berduaan. Saat dimana teman-temanku bercerita tentang lelaki dan hadiah.

Aku merasa aku belum sematang mereka. Aku sama sekali tidak berminat dengan lawan jenisku, salam dengan mereka saja aku malas (sekarang aku bersyukur sekali karena rasa malasku telah menyalamatkanku dari bersentuhan dengan mereka). Kalau pun bicara, berkisaran dengan organisasi dan sekolah. Tidak lebih.
Namun, suatu ketika, ada seseorang yang menarik perhatianku. Dari sekian banyak orang yang membaca buku sains, aku melihatnya membaca tentang buku bertema agama. Dan ini benar-benar menarik perhatianku. Hingga aku stress di buatnya. Dan kalau kata orang ini namanya cinta monyet. Tapi demi Allah, inilah yang membuatku tersiksa.

Apa enaknya jatuh cinta, makan jadi susah. Tidur gak nyaman. Dan melakukan aktivitas rasanya tak bergairah. Hingga akhirnya, yang kuingat dari semua ini. Cinta ini telah membuka mataku pada Allah. Karena pikiran yang masih kecil dan tak ingin seperti temanku yang semua pada pacaran, maka kuputuskan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Dan yang kusenangi adalah, tatkala kubisa mengubah rasa suka itu menjadi suatu yang biasa, atas izin Allah. Jika kalian bilang jatuh cinta itu enak, maka kubilang jatuh cinta itu TIDAK ENAK!!

Jujur saja. Aku sangat bersyukur tidak mudah jatuh cinta dengan orang. (heee. Walau dibilang gak normal, ya gak apalah) karena jatuh cinta, membuatku tertekan dan gelisah. Dan itu untung saja terjadi pada saat masa sekolahku dulu, cihhhuuuy!!! Belum pernah terjadi saat aku SMA dan kuliah. Alhamdulillah.

Ya Allah, hindarilah aku dari jatuh cinta dengan lawan jenisku dalam waktu yang tak tepat. Ntar aja deh jatuh cintanya, kalau udah nikah. hee

Selasa, 17 Mei 2011

Bekerja untuk Bertahan Hidup atau Menikmati Hidup?


Saya mendapat sepotong SMS sore itu,
“Kerja bagiku untuk bertahan hidup, bukan untuk menikmati hidup :(

SMS ini tak kubalas. Kubiarkan ia tetap bersarang di HP tua saya.

Sore esoknya, saya menerima telepon dari seseorang, seorang calon mahasiswa berprestasi tingkat Universitas. Beliau menanyakan pendapat tentang presentasi yang bagus. (kayaknya ni orang salah alamat, nanya kok sama saya! Hee..)

Karena merima telepon itu saya teringat kisahnya, ia pernah berkisah sewaktu di Galery Kopma tentang kuliah dan kerjanya. Beliau putra jawa kelahiran Sumatera. Namanya Misnadi, dulunya Ketum MGC dan sekarang menjadi mahasiswa berprestasi tingkat Fsayaltas. Jangan salah fahim dulu, kami di KOPMA memang begitu, saling mengenal satu sama lain. Kami seperti keluarga, namun tetap menjaga hijab dan pergaulan kami.

Beliau berasal dari keluarga yang sederhana. Dan keluarganya tidak memberikan uang bulanan kepadanya. Karena jurusan Peternakan, jadi beliau tinggal di Kandang dan ini sangat menghemat pengeluarannya, soalnya gak perlu bayar kosan.

Trus, untuk biaya hidup sehari-hari, beliau ngarit. Ya, ngarit setiap hari dan setiap pukul empat sore (ba’da azar). Kemudian hasil aritan itu (rumput) dibawa ke kandang untuk makan sapi-sapinya. Perbulannya ia mendapat Rp 150.000. Apakah itu cukup untuknya? Ini yang membuatku salut dengan praktek sedekahnya.

Dia salah satu orang yang kunanti untuk datang ke galery. Biasanya saya menghabiskan beberapa snack dan beliau muncul untuk membayarnya. Heee. Bukan apa-apa, soalnya beliau menawarkan sih. Hee. Banyak uang kali ya!!

Untuk uang kuliah, beliau mendapatkan beasiswa dari kampus. Sehingga, uang tersebut dapat menutupi uang kuliah dan tuntutan iuran kuliah. Dan, dia tidak pernah kelihatan mengeluh. Pernah suatu hari saya bertemu dengannya saat dia lagi ngarit. Dia tetap bersemangat dengan pekerjaannya.

Walau gak pernah mengeluh, tapi sesekali sering nyeletuk, “Saya ini gak pantes, kulit saya hitam, dan saya ini tukang arit. Baju saya kalau lagi ngarit itu jelek kayak pengemis atau pemulung.”

Tapi, saya yakin, dirinya penuh dengan gelora semangat dan syukur. Dia memiliki inner beauty yang luar biasa, walau dia sering nimpalin, “bukan pancaran inner beauty, tapi ketutupan sama kegelapan kulit.” wkwkwkw

Balik lagi ke SMS yang diawal. Saya berdiskusi dengan orang yang menge-SMS keesokan harinya dihari yang sama setelah selesai berdiskusi dengan tukang arit tadi.

Dia seorang karyawan swasta dengan gaji yang lumayan. Namun, dalam pikirannya, pekerjaan itu merupakan suatu yang membuatnya tertekan. Bukan bermaksud untuk membandingkan. Temanku yang satu ini, memang bercita menjadi pengusaha, karena dengan menjadi pengusaha dia bisa membantu keluarga dan orang lain.

Namun, obsesinya untuk menjadi pengusaha membuatnya mudah mengeluh dan kuharap ia tidak melupakan syukur. Dan pekerjaan itu tak lebih dari sebuah alat untuk bertahan hidup.

Nah, bagimu, pekerjaanmu itu untuk apa? Bertahan hidup atau Menikmati Hidup?

180511

Senin, 16 Mei 2011

Pertaruhkan Harga Diri demi Kue dan Nasi Kotak Murah


Ini adalah sejarah baru untukku. Aku mengikuti brifing kelulusan PKM untuk bertama kalinya dengan dua orang rekananku, Mbak Siska dan Kak Maulana. Lulus PKM adalah hal yang baru bagiku juga bagi rekananku, karena ini adalah pengalaman pertama kali ikut PKM.

Saya tak kan berpanjang lebar menceritakan kisah PKM kami, aku akan menceritakan pengalamanku saat brifing. Saat dimana ketidakpercayaan tingkat tinggi terjadi. Kami harus membayar makan siang dan kue kami sendiri. Rektorat tidak mau menanggung uang makan kami, itu artinya kami harus menyisihkan uang PKM yang belum kami terima.

Tawaran Rektorat adalah harga untuk kue kotak Rp 5000, sedangkan nasi bungkus Rp 15.000. Jujur saja, saya cukup dongkol tatkala harga nasi itu sebesar Rp 15.000. Padahal untuk nasi bungkus harga nasi Rp 7.000 saja. Waah, setengah harga donk!! Gak mau membayar uang lebih banyak, teman-teman banyak yang protes. Termasuk saya. Akhirnya saya angkat bicara, “Gini aja Bu, gimana kalau harga nasi dan kuenya dipotong aja. Kue kan ada yang harganya Rp 5.000, trus nasi bungkus Rp 15.000 itu kemahalan, nasi kotak ada loh bu yang Rp 10.000.”

Sepontan Bu Kemahasiswaanku membalas, “Ya sudah kalau gitu kamu yang ngurus!” Hah?! Kaget menerima tantangan tersebut akhirnya saya membalas.

“Ya, Bu, Siap Insya Allah.”

“Oke, kalau ada masalah di kue dan lauk kalian bisa protes ke Voti!” 

“Siap Bu!” Kataku ketika itu mantap. Walau dalam hati, nasi kotak Rp 10.000, ada gak ya??

Untung ada mbak Siska yang selalu menemaniku mencara lapak murah. Dan sejauh kami mengarungi rumah makan yang ada semua harga Rp 13.000. Bayangin aja coba?!

Akhirnya, malamnya saya lobi-lobi dengan teman satu SMA dulu, dan dia siap kalau melayani harga Rp 9.000, tapi gak mau diantar. Jiaah, sama aja dung, saya mesti jemput dan itu membuang tenaga, mana hari H mesti fokus ke PKM.

Besoknya, teman satu tim, Kak Maulana SMS kalau ada nasi kotak yang harganya Rp 10.000. Ya Alhamdulillah, ternyata banyak juga yang peduli buat membantu.

Hari sehari lagi tiba. Aku mencoba melobi Bude, langganannya kopma. Dan alhamdulillah Bude bersedia memberi harga Rp 10.000 dengan kualitas OK. Walau harus ditalangi dengan uang pribadi, alhamdulillah bisa terselesaikan.

Hari H tiba saya harap-harap cemas. Saat membuka nasi kotak, luar biasa senang!! NASI KOTAK BUDE MEMUASKAN DAN ISINYA UUUEEENAAAK!!!! Waah makasih Bude!!!
Alhamdulillah, Allah tidak pernah mengecewakanku. Thank you Allah.

Akhwat Terakhir Malam ini


Jiaah, udah kayak apa judul cerita kali ini. Hee...  ini kisah sewaktu kami (LDF IMC) iftor jama’i di musholah tercinta, shelter. Ketika itu keput IMC, kami memanggilnya Mamah Dela memasak gorengan spesial plus ongol-ongol ijo dan nanas. Subhanallah rasanya enak. Kalau kata mamah Dela sih, beliau ingin memanfaatkan sisa-sisa waktunya yang seminggu lagi untuk dakwah sebelum akhirnya terbang ke Kansas, Amerika.

Dela Anjelawati, mahasiswa semester 8, akhwat kebanggaan FISIP dan UNIB. Mahasiswa berprestasi tingkat Universitas dan beberapakali menjuarai lomba debat. Orangnya lembut dan berwibawa, namun tegas dan istiqomah Insya Allah, ya seperti Aisyah.

Selain pintar akademis, solehah, beliau juga pinter masak. Waah, bayangin aja deh, udah soleh, cantik, pinter akademis, dan pinter masak, ikhwan mana coba yang nolak! Hee.. bukannya apa-apa, pas iftor ini, seorang adik tingkatku nyeletuk, “Kalau ana jadi ikhwan, orang pertama yang ana lamar itu Mamah Dela.” Aku tersenyum sambil memandang Mamah Dela yang sedang sibuk beres-beres perlengkapan iftor (adoooh parah! Emaknya beres-beres anaknya Cuma liat doank. Hee)

Trus, sang adik tingkatku melihatku, “Nah, kalau udah gak ada akhwat lagi, baru Mbak Voe yang ana lamar.” Spontan aku melihatnya, dan kami tertawa berbarengan. Wkwkwkwk.. iya bener banget kayaknya. Kalau ingat diri sendiri, ahk, adanya mau cengengesan aja. Kalau kata teman-teman akhwatku, aku adalah akhwat paling aneh yang pernah mereka jumpainya. Ntah peneliannya seperti apa, tapi begitulah kalau kata mereka.

Pulangnya...

Seperti biasa, aku berboncengan dengan Mamah Dela. Aku ceritakan semua apa yang dikatakan adik tingkatku tentang kami berdua. Mamah Dela ketawa saat mendengarnya, dengan bijaksananya beliau berkata, “Wajar Voe, mbak kan lebih tua dari Voe, jadi mbak dulu yang dilamar. Nanti, saat udah di tingkat yang lebih tinggi, bakal dilamar juga dengan ikhwan letingan Voe.”

“Halaaah mbaak. Gak usah koment gitu, Vo juga ngerti kok. Hee siapa juga yang mau ama. Oooupz.. hehee...” Dari pada nyeplos gak bener dan di Aamiinkan malaikat, aku milih memutus pembicaraanku.
Malam ini malam yang indah. Bulan purnama bersinar terang, menyinari malam yang pekat dan meneduhkan kami berdua. Ahk, sebentar lagi Mbakku ini akan pergi. Pergi terbang ke Kansas Amerika. Satu impiannya terwujud. Dan yang pasti, ada satu kalimat yang membuatku senang ketika itu, beliau mencabut niatnya untuk menikah pada usia 27 tahun. Dan memilih untuk menikah muda, beliau menyebutkan tahun target menikahnya.

Rabu, 11 Mei 2011

Sepenggal Rindu dari Sidodadi (Masa P3M-ku)

Rindu..

Ini tulisanku yang kesekian untuk mengungkapkan kekaguman dan rasa rindu yang membuncah kepada mereka, anak-anakku di Sidodadi. Sebenarnya tidak layak mereka ku panggil “Nak”, karena mereka juga memanggilku dengan sebutan “Kak”, bukan Ibu. Kak Vo, begitulah mereka memanggilku.

Namun, ntah rasa apa ini. Inikah yang dinamakan rindu dan cinta? Padahal aku mengenal mereka hanya satu hari. Satu hari saja. Tapi, suara mereka begitu membuatku rindu, air mata mereka, semangat mereka, cita-cita mereka, pelukan mereka, gengaman tangan mereka, dan yang paling kurindukan adalah ingin melihat mereka kembali dan menjual kisah-kisah kepada mereka. Dan tentu saja, cahaya mata mereka yang haus ilmu akan memancar indah mendengarkan cerita-cerita berbumbu provokasi. Oh.. rindunya.

Mereka mengikat hatiku hanya berkisaran 1 jam saja di pertemuan pertama kami. Mereka tak tertutup rapi seperti anak-anak SD IT, mereka juga tak berfasilitas lengkap seperti SD-SD di kota, namun, lihatlah mereka. Mereka begitu semangat berlarian walau tanpa alas kaki. Mereka tetap semangat belajar walau dengan pakaian lusuh yang menyempit. Mereka juga tetap belajar seperti yang lainnya walau harus berteduh di bawah plafon yang bolong, lantai yang pecah, lemari reyot berdebu. Ah, semua masih tergambar jelas diingatanku, walau setahun lamanya tak ke sana.

Mereka memberiku senyum ikhlas. Mereka bukan anak-anak kota yang kalau bermain masuk ke dalam warnet, bukan juga anak kota yang menghabiskan waktu berjam-jam di depan televisi sekedar untuk nonton dan maen game. Mereka anak Sidodadi yang luar biasa, dari berbagai macam asal, ada yang jawa, rejang, selatan, dll, ada yang muslim dan non muslim. Saat keluar kelas, mereka menarikku kelapangan tanah kering dan mengajakku melawan mereka untuk bermain bola kaki. Kaki tanpa sepatu mereka menggiring bola dengan lincah, dan aku, tak mau kalah walau harus berlari dengan rokku. Hee..

Banyak yang mengikat hatiku di sana. Banyak sekali. Ya Allah, rinduuuuu sekali.. Sangaaaaat. Aku ingin ke sana lagi. Sehari saja bersama mereka. Mereka pasti sudah kelas 6 sekarang. Ya Allah, aku baru ingat berarti mereka sekarang lagi ujian dong!!! Waah, adik-adikku, semangaaat ya!!

Ada si kecil Rahmat, badannya pendek, gembul dan kulitnya gelap, cita-citanya menjadi ABRI atau TENTARA! Ada si ketua kelas, berbadan paling ndut dan paling pintar, cita-citanya menjadi PNS. Ada juga si manis, berambut cokelat ikal yang ingin menjadi seorang DOKTER, maka kupanggil di Bu Shelly. Ada lagi yang lain, ingin menjadi PERAWAT, GURU, POLISI.

Kemudian ada yang menyentil mata dan hatiku. Yang saat kutanya, apa kabar semuanya, dia yang paling semangat, melayangkan tinjunya ke udara dan tersenyum paling lebar, serta menjawab dengan kencang, “LUAR BIASA!! Tetap SEMANGAT!!”. Tahukah kalian apa cita-citanya? Cita-citanya adalah menjadi seorang pembuat sendal kayu, saat kudekati dia untuk membaca cita-cita yang dia tulis di kertas, dia tidak ingin membacanya. Saat kudekati, dia menutup tulisannya dengan lengannya, lalu kuambil kertasnya, kubaca kencang, “MENJADI PEMBUAT SENDAL KAYU.” Tertawalah semua teman-temannya.

Adakah yang salah? TIDAK. Aku bahkan mengaguminya di tengah tawa teman-temannya. Aku menepuk punggungnya, kepalanya menunduk dan mukanya memerah. Aku bisa merasakan malu di hatinya. Sejurus kemudian, kukatakan bahwa cita-citanya luar biasa dan yang paling hebat. Dia menatap lurus, heran dengan ungkapanku. Dan kukatakan, bahwa di antara 25 orang di kelas ini, 1 orang bercita-cita menjadi PNS dan 1 orang bercita-cita menjadi PENGUSAHA!! Dan yang bercita-cita menjadi pengusaha itu ialah, si Kecil BENTAR!!

Bolehkah kuceritakan tentang dia? Dia prajurit. Aku memanggil anak-anak itu Prajurit. Aku tak tahu mengenai keluarganya, ntah dari keluarga berada atau tak punya. Tapi yang jelas, ia berbeda dengan temannya yang bercita ingin menjadi PNS. Temannya yang ingin menjadi PNS selalu di antar jemput dengan motor pribadi orang tuanya. Sedangkan, si calon pengusaha itu harus berjalan kaki, dari SIDODADI-TALANG BOSENG, SETIAP HARI. Aku pernah pulang bareng dengan mereka, di saat hari terakhirku di Sidodadi, dari SD (pasar) ke RT 1, yah lumayan lah jaraknya, dan dia harus ke Talang Boseng yang jalannya luar biasa. Bahkan pernah kutemui Bebek berenang di tengah jalan!

Dia juga pernah cerita kalau sore bantu Bapaknya di kebun, pagi-pagi bantu ibunya di rumah. Tidak heran kalau dia kesulitan belajar. Sebenarnya tidak begitu spesial, karena toh dia adalah pemegang rengking paling akhir di kelasnya. Namun, cita-citanya itu mampu membuatku bergetar. Sangat bergetar. Dia mengembalikan memoriku ke masa kecilku, tatkala semua teman-temanku ingin menjadi istri dokter, maka ku katakan aku ingin jadi istri pengusaha. Haaaaa... J (gokil.com) xixixxi :D

Lanjut, di ruang kelas berdebu itu, semua mata terpana dan semua mulut terkunci. Hanya ada suaraku dan tanganku yang menepuk pundaknya. “Persaksikanlah bahwa nantinya di desa ini, akan lahir seorang PENGUSAHA BESAR. Seorang Pengusaha pembuat Sendal Kayu. Perusahaannya besar dan menembus pasar International. Maka, nanti akan kau lihat bahwasanya SBY dan Barack Obama akan memakai sendal kayu dari Indonesia dengan tulisan BENTAR Made. Dia akan membangun Indonesia, Bengkulu, dan Sidodadi.”

Mulut yang tertawa, berbalik menjadi mata yang menangis. Teman-temannya yang tertawa, seketika menangis terisak. Apalagi si kecil pencipta sendal kayu itu, sebenarnya gak tega, tapi itulah mereka. “Aku akan menjadi pengusaha, mau membangun Sidodadi, hiks. Memperbaiki jalan, sekolah..... bla... bla.. bla..” Diplomatis dan mengharukan sekali. Inilah yang membuatku selalu merindukan mereka. SELALU. Walau pun mereka sudah melupakan aku. Tapi, Insya Allah, mereka selalu ada di memori terindahku.

Kami bernyanyi. Semua berdiri, meletakkan tangan di atas dada. Menyanyikan lagu INDONESIA RAYA. Dari hati yang terdalam, bocah-bocah itu menangis. Aku yakin tak pernah mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan begitu syahdunya, bahkan kalau upacara bendera, mungkin mereka berharap tidak ada lagu ini agar tidak lama-lama di jemur di bawah terik matahari. Dan baru kali ini juga aku mendengar lagu Indonesia Raya dinyanyikan dengan begittuuuuu Indah. Tahukah, aku hanya mendengarnya jauh di pelosok Indonesia, di desa SIDODADI!

Sebelum pertemuan sejam itu berakhir, mereka bertanya bagaimana agar bisa menjadi MAHASISWA. Kami (kelompok RT 1) membuka Almamater kami dan melambaikannya. “Silahkan rasakan bagaimana indahnya menjadi mahasiswa.” Beberapa anak maju dan mengambil almamater kami, kemudian memakainya. Lucu. Lucu sekali. Badan mereka tenggelam dengan almamater yang besar-besar itu. Mereka menangis lagi. Mereka haru menjadi mahasiswa, walau hanya menggunakan almamater saja. Mungkin keren, begitulah pikir mereka. Dan aku sangat bersyukur bisa menjadi mahasiswa. Bisa kuliah, dan bisa pake almamater. Bangga dan haru rasanya bisa mengenakan almamater biru itu.
Cukup sudah. Sudah Sudah Sudah. Sudah lumayan banyak tulisaku menceritakan tentang kalian. Dan hanya sedikit yang kuposting.

Kalian tetap inspirasi bagiku. Anak-anakku.

Oh ya, kalau sekarang kalian sedang ujian kan? Tetap semangat!! Insya Allah kak do’akan dari sini. Semoga kalian bisa lulus semua. Dan ingat janji kalian, “LANJUT SEKOLAH dan MENUNDA PERNIKAHAN DINI”, hihihi... Semoga bisa masuk SMP, lanjut SMA, dan masuk UNIB. Insya Allah. I love U all.

By : Voettie W-1,
Mahasiswa FISIP, Imu Komunikasi 2009 UNIB
Anggota P3M Desa Sidodadi RT.1
Ruang keluarga, 11 Mei 2011, Ba'da maghrib-22:57

(Hmmm... norak banget ya!! Padahal gak mungkin mereka baca note ini)