Di atas motornya, di tengah guyuran hujan, aku memasang telingaku tajam-tajam, agar bisa mendengar ceritanya. Dia mengemudikan motornya dengan kecepatan sedang. Saat itu aku tidak memakai helm, sehingga air hujan menusuk-nusuk kepalaku, menampar mukaku, dan membasahi jilbabku.
“Ukh, apa ana harus rusak dulu ya?” Tanyanya padaku.
“Maksudnya?” Aku tak mengerti dan balik bertanya.
“Tadi pagi ana nangis lagi. Jilbab ana mau digunting, ukh.” Suaranya sayup-sayup terdengar.
“Astaghfirullah. Kenapa? Siapa yang mau motong jilbab anti?” Aku menjadi cemas.